Buku ini ada begitu saja didalam tas saya.
Membuat saya heran. Aneh, sejak kapan saya meminjamnya? Catatan didalam nya
tertulis jogja, 11 Juli 2008. Berarti waktu itu Saya masih kelas dua SMP. tentu
saja, saya masih belum mengenal pemilik buku ini :p. walaupun begitu buku ini
terkesan terawat dengan baik. Tapi saat buku ini ada di saya, sepertinya
menjadi tidak begitu terawat lagi. Saya memang bukan peminjam yang baik. Maaf.
Waktu itu saya memang menginginkannya. Sewaktu
acara travel writting bareng mas ayos.
Saya sudah kepincut mendengar cerita-cerita feature yang ditulis shindunata
ini. Saya tahu buku ini dari mas ayos. Buku yang tiba-tiba ada di tas saya ini
berjudul Dari Pulau Buru ke Venezia. Dari situlah saya ingin belajar tulisan
feature secara mendalam. Shindunata
membungkus cerita perjalanannya dengan apik, menggambarkan permukaan yang
sederhana menjadi istimewa. Tulisan-tulisan didalamnya menceritakan pengalaman
shindunata dengan nilai-nilai kemanusiaan yang tidak dibuat-buat. Lugu dan
menyentuh. Shindunata seolah ingin mengatakan bahwa jurnalitistik tidak melulu
berisi berita-berita tentang isu masa kini. Berita yang sedang dibicarakan masyarakat
luas. Tetapi seolah melihat realita dari sisi yang lain. Menceritakan
kejadian-kejadian yang terkadang lengah dari penglihatan kita.
Buku ini terbagi menjadi enam bab. Mulai dari
cerita dari pulau Buru, Pesta kematian di tanah toraja, tiga segi kehidupan di
Bali, Sepuluh hari di RSJ Lali Jiwa, Menengok Negeri Jelapang Padi hingga
Laporan dari Italia.
Pada bab pertama, menceritakan pengalaman
Shindunata selama empat hari di pulau Buru. Menggambarkan kondisi dari pulau
Buru pada masa itu. Melihat sumber
naskahnya tulisan ini dimuat pada tanggal 4 sampai 7 Januari 1978. Pada masa
itu kita tahu, banyak orang dihinggapi kesan Inrehab Buru amat tertutup. Meskipun
tanpa penggambaran secara visual atau foto, saya bisa membayangkan bagaimana
kondisi Inrehab Buru. Shindunata menggambarkan nya secara jelas. Cerita kedua
berkisah tentang keseharian para tahanan Inrehab Buru dan bagaimana mengatasi
kerinduan para tahanan terhadap kampung halaman. Kisah selanjutnya menceritakan
tentang pembangunan hotel Krusek oleh para petugas Inrehab Buru. Mereka bekerja
siang dan malam seperti pada kisah Bandung-Bondowoso karena pembagunan hotel
tersebut hanya membutuhkan waktu sehari-semalam. Sedangkan dua kisah terakhir
lebih menceritakan saat-saat sepi jauh dari sanak keluarga, interaksi para
tahanan politik dengan penduduk pulau Buru dan kisah romantik yang ada
didalamnya. Dari sini saya mengerti, bahwa para tahanan pulau Buru tidak
semuanya berlaku jahat. Bahkan beberapa tahanan membuat saya tersentuh. Mbah
mitro misalnya yang buta aksara beliau tidak tahu apa kesalahan yang
diperbuatnya hingga Ia dimasukkan kedalam hutan yang gelap gulita. Harapannya
hanya satu, beliau ingin kembali ke Jawa melepas rindu kepada anak-istri
nya.
Bab kedua tentang Pesta Kematian di Tanah
Toraja. Shindunata menceritakan perjalanan nya saat mengikuti proses pesta
kematian di Tanah Toraja yang menurut saya sangat Khas dan tentunya, kejam.
Upacara kematian di Toraja memang pemborosan yang berlebihan. Cerita pertama
menggambarkan bentuk upacara kematian di Tanah Toraja. Cerita kedua dan ketiga,
bercerita tentang perbedaan upacara Nek atta seorang bangsawan kaya raya di
Toraja dengan upacara kematian Lai Kanan yang lebih terkesan sederhana. Kisah
terakhirnya tentang upacara kematian toraja yang berlebihan. Pemborosan uang
dan waktu.
Bab tiga adalah laporan shindunata di pulau
Bali. Mulai dari berjudi sabung ayam, ditawari narkoba hingga dikira Mucikari
seks komersial. Sepuluh hari bersama para penderita sakit jiwa di RSJ Lali
Jiwa, Pakem, Sleman, DIY, dituangkan dalam Bab Empat. Pengalaman unik, lucu dan
tragis bahkan ketakutan Shindunata ketika berhadapan dengan para pasien yang
masih sering mengamuk dipaparkan dengan menarik. Cerita yang mengharukan datang
dari sunarno. Sunarno mulanya adalah pemuda yang sopan dan penurut. Namun, itu
berubah saat sunarno dituduh menyelewengkan dana pembangunan tugu di desanya. Pemuda
malang ini menjadi korban dari kejujurannya sendiri. Sedangkan dua bab yang
terakhir adalah kisah perjalan di Kedah, Malaysia (Bab 5) dan laporan dari Italia (Bab 6).
Dua cerita shindunata yang membuat saya
tersentuh ada pada Bab pertama dan keempat. Entah saya yang berlebihan atau
tulisan Shindunata yang menyentuh. Kedua Bab tersebut sukses membuat mata saya
sembab. Hei, terima kasih telah meminjamkan saya buku ini J